Pages

Saturday, 12 September 2020

Cantiknya Alammu Cantiknya Tenunmu Tak Secantik Nasibmu

 

Cantiknya Alammu Cantiknya Tenunmu Tak Secantik Nasibmu

 

Nusa Tenggara Timur(NTT) dikenal sebagai tempat wisata dengan sebutan Surga di Timur Indonesia. Keindahan pantai-pantainya dan bukit-bukit pasirnya merupakan keunikan wisata di Timur Indonesia ini. Keindahan dan kecantikan Pantai Pink, Pulau Komodo, Labuan Bajo sudah terkenal sampai ke manca negara. Foto-foto yang cantik selalu hadir di layar Instagram, di youtube juga selalu ada yang meliput keindahan pulau-pulau di sana.

Tenun dari NTT juga sangat cantik. Motif-motifnya unik dan mempunyai cerita yang terkait budaya dari masing-masing daerahnya. Tenun Sumba merupakan bentuk kekayaan budaya yang dikerjakan oleh para seniman tenun ikat di Sumba.

Sekarang kita bahas mengenai proses pembuatan tenun ikat Sumba. Selama ini yang dikeluhkan Customer pembeli tenun ikat Sumba adalah harganya yang mahal. Supaya kita paham kenapa kita harus membayar mahal untuk satu helai tenun ikat Sumba. Dengan memahami proses pembuatannya, maka kita akan paham mengapa harga tenun ini mahal.

Proses pembuatan dimulai dari proses pengumpulan bahan dan pembuatan tenun ikat dikerjakan secara manual. Satu helai kain biasa dikerjakan antara 2-3 bulan prosesnya, bahkan jika ukurannya lebih lebar maka prosesnya mencapai 5-6 bulan. Semua bahan baku sampai pewarnanya biasanya alami dari tumbuhan yang tumbuh disana. Total proses pembuatan tenun ini ada kurang lebih ada 42 proses. Dimulai dari proses “lamihi” (proses memisahkan biji dari kapas) hingga proses”wari rumata” (proses finishing). Dan biasa dikerjakan oleh 3-10 orang untuk membuat 1 lembar kain tenun. [Disadur dari Tenun Ikat Sumba-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas; id.m.wikipedia.org]

Pertama-tama proses diawali dengan memetik bunga kapas dan kemudian dikumpulkan kapasnya dan dipilin-pilin menjadi untaian panjang, pilinan kapas akan berwujud benang tebal. Kita bisa menggulung dalam gulungan benang. Cara manual memintal benang dari kapas menggunakan tangan disebut pahudur. Setelah jadi gulungan benang maka akan diwarnai. Sebelum proses pewarnaan, maka dimulai dengan mencari tanaman nila (aslinya warnanya hijau) setelah dicampur dengan kapur, tanaman ini akan menghasilkan warna biru tua atau indigo.

Setelah proses pahudur (memintal kapas menjadi gulungan benang) dilanjutkan proses”kabukul”: proses pemintalan benang sehingga berbentuk bola benang, kemudian dilanjutkan “pamening” yaitu proses menyusun atau menata benang di alat tenun membentuk motif yang diinginkan.

Bahan baku tenun ikat dari kapas, kapas diurai dengan pandi lalu dipintal menjadi benang. Kemudian benang diwarnai dengan pewarna alami, warna merah dari akar mengkudu, warna biru dari tumbuhan indigo dan nila, hitam dari lumpur, warna kuning dari kayu kuning dan kunyit. Pada prinsipnya pewarnaan diambil dari bahan-bahan alami. Supaya warna tidak rusak disarankan tidak dicuci dengan sabun. [Disadur dari Kain Tenun Ikat Sumba Timur dan Proses Penciptaannya-Atre’s Odyssey; renjanatuju.wordpress.com]. Untuk membuat lima lembar kain ukuran 120x275 cm itu membutuhkan 3 kg pasta indigo kering, dan 30 kg akar mengkudu. Adapun cara membuat pasta indigo adalah daun indigo dipotong, direndam dalam air selama satu malam diperas kemudian dicampur kapur sirih, ditiris dan dikeringkan dengan cara dijemur. Proses ini memerlukan waktu 5-8 hari. Wow banget kan ya panjang dan lama prosesnya dari petik kapas sampai pewarnaan ya. [Disadur dari Tenun Ikat Sumba Timur, Rekam Sejarah-Astidhema; astidhema.wordpress.com]

Langkah pembuatan corak atau motif adalah 1: menggambar motif di lembaran untaian benang dengan pensil merah-biru, 2: mengikat benang yang sudah digambar tadi yang nantinya berwarna putih, langkah ke-3: mengikat motif yang akan diberi warna merah. [Disadur dari Proses Pembuatan Tenun Ikat dan Tenun Pahikung Sumba Timur I Strategi; strategi.co.id]

Setiap kain tenun ikat Sumba memiliki cerita yang berisi sejarah dan doa yang dituangkan ke dalam kainnya. Jadi setiap seniman tenun yang menggambarkan kreativitas,imajinasi,dan suasana hatinya. Dan biasa dihiasi berbagai motif flora dan fauna yang melambangkan hal tertentu. Misalnya motif singa berkepala manusia melambangkan kekuasaan, motif bunga melambangkan kehidupan manusia yang saling membutuhkan, dan motif ular melambangkan kehidupan setelah kematian. [Disadur dari Tenun Ikat Sumba, Eksostisme Nusa Tenggara Timur dalam Kain-Greeners.Co.]

Kain Sumba memiliki beberapa fungsi sosial budaya di dalam masyarakat, secara garis besar fungsinya adalah sebagai pakaian, hubungan kekerabatan, sebagai penanda status sosial dan sebagai alat tukar dan komoditas. Pada awalnya, tenun memang merupakan alat pertukaran adat namun di kemudian hari karena banyak mengadopsi simbol-simbol baru dan modern menjadi komoditas yang bernilai ekonomis.

Nah bagaimana setelah kita sedikit belajar mengenai proses pembuatan kain tenun Sumbawa, apakah kita masih akan menganggap semua proses ini layak dengan harga jualnya? Atau membuat kita makin menghargai wastra cantik ini.

Kondisi pandemi yang menimpa kita saat ini secara otomatis membuat dunia pariwisata yang menjadi andalan pendapatan para mama penenun kain dan para pelaku pariwisata menjadi matikutu. Bagaimana bisa ada yang datang mau beli kain-kain cantik harganya jutaan ini saat ini. Para mama ini akhirnya meminta bantu untuk menjualkan tenun karya mereka untuk dibantujualkan. Ide dari team Kreata adalah membuat masker dari kain tenun ini. Biarpun rasanya sayang sekali kain yang ditenun dengan susah payah ini dipotong kecil menjadi masker cantik ini. Jadi akhirnya masker tenun Sumba dengan motif dari Buna, dari Pahikung, dari Maumere dan selalu sold out.

Antara lucu atau sedih adalah pada saat ada EO dari Jakarta akan mengadakan acara di Labuan Bajo tetapi malah beli masker dari WPC Mart di Jakarta. Dan ada kenalan dari Sumba yang beda kota dengan tempatnya tenun Pahikung dan membeli masker dari Jakarta.

Kenapa oh kenapa masker tenun cantik buatan mama-mama penenun ini tidak bisa ditemui di daerah asalnya, karena disana tidak ada koordinator yang mau peduli untuk membantu memasarkan masker tenun. Bahkan untuk awalnya para mama ragu untuk menjahit, karena kemampuan untuk menjahit belum ada sehingga mereka tidak pede membuat masker. Mama oh mama penenun mari bergandengan tangan untuk sama-sama bertahan supaya taraf hidupmu meningkat seiring dengan cantiknya tenun buatanmu dan alam indah di sekitarmu.

Mari kita bersama bergandengan tangan memajukan kain wastra tradisional ini supaya tidak punah ditelan pandemi. Mari kita bersama membantu memasarkan kain wastra nasional.

 




2 comments:

  1. Alamnya cantik. Tenunnya juga cantik. Telaten bikinnya. Ampe 2-6 bulan. Salute...

    ReplyDelete
  2. WoW, Ini alasanku jg,suka syg aja, guntingin kain tenunan yg proses pembuatannya sepanjang jalan kenangan, jadi sebuah masker. Apalg yg pewarna alam. Tidaaak! 😍😂

    ReplyDelete

Pagi ini

  Setelah berhari-hari cuaca mendung, melihat langit biru sangat memukau hati. Keceriaan dan cerahnya langit membuat hati makin semangat bek...